JandaMencari Suami Apa Adanya Cari Jodoh No Wa Kirim Posts Facebook. 67 No Hp Wanita Siap Nikah Cari Teman Usia 30 35 40 45 50 55 Tahun. Heboh Postingan Biodata Wanita Cari Jodoh Siap Dipoligami Kalimat. Viral Kisah Wanita Cantik Dinikahi Pria Biasa Dengan Mahar Rp 500 Ribu. Kania Janda Cari Suami Pecinta Janda. Wajarmemang ketika seorang laki-laki tertarik pada perempuan yang cantik. Sebaliknya wajar juga ketika perempuan juga tertarik pada lawan jenisnya karena perihal fisik. "Kalau Asri mau nggak kalau dipoligami?" Setiap perempuan, saya kira mereka tidak mau dipoligami. Akan tetapi memang hanya pada istri-istri tertentu dan suami pilihan yang fotoyang saat ini teman - teman lihat adalah gambaran segelintir kaum muda, mereka mahasiswa namun masa mudanya dihabiskan untuk dakwah. disaat kaum intelektual hari ini disibukkan dengan fashion, study oriented, cinta semu yang berlandaskan nafsu, idealisme yg tergadaikan oleh sogokkan dan ancaman. maka mereka yang jumlahnya tak banyak Tampakbusana yang ketat tersebut membentuk lekuk tubuh Anin. Body goals bak gitar Spanyol membuat penampilan Anindita Hidayat terlihat seksi. BACA JUGA : Anindita Hidayat Selfie Pakai Busana Ketat, Body Goals Seksi Bikin Salfok! Selain itu, rambut panjang yang tertiup angin memberi kesan seksi tersendiri dari penampilannya. Diantara rahmat Allah -Ta’ala-kepada hamba hamba-Nya, disyari’atkannya “poligami” (seorang laki laki memiliki lebih dari satu istri) berdasarkan dalil-dalil yang akan datang. Namun berbicara masalah poligami akan mengundang berbagai tanggapan. Ada yang menanggapinya secara posotif dan ini datangnya dari ulama’ dan kaum beriman. danpilihan itu akhirnya jatuh pada seorang akhwat cantik dan pintar yang merupakan anak dari seorang kiai asal Klaten bernama Anna Althafunnisa (inilah Tak hanya perlakuan kasar yang didapatkan, Annisa juga dipoligami. Annisa tak bisa berbuat apa-apa karena syariat Islam yang bercokol erat dalam dirinya mengajarkan bahwa perempuan harus . Rusmini Bintis Medan Poligami menjadi sebuah dilema bagi akhwat. Jenjang pengkaderan seolah menutup tabir bagi para akhwat untuk tidak lengah terhadap prahara jodoh. Jenjang pengkaderan secara perlahan menganjurkan akhwat agar semaksimal mungkin berusaha agar menikah dengan ikhwan. Alasan yang rasional diungkapkan oleh para qiyadah adalah terkait keberlangsungan tarbiyah di kemudian hari pasca menikah. Perempuan yang dipimpin, bukan memimpin dalam rumah tangga, sehingga dengan menikah sesama kader, diharapkan rumah tangga yang terbangun kental akan nuansa tarbiyah hingga anak cucu. Berbeda dengan kader ikhwan laki-laki yang diberi keleluasaan untuk menikah dengan akhwat atau tidak. Alasannya, kalau dengan akhwat maka jalinan tarbiyah akan semakin kokoh. Kalau tidak, diharapkan menjadi ajang rekrutmen kader. Hal ini sangat dimungkinkan karena laki-laki suami adalah pemimpin rumah tangga. Dengan kekuasaan, tidak sulit baginya untuk merubah seseorang yang telah hanif untuk menjadi seorang 'akhwat'. Pada sisi yang lain, globalilsasi menyeret kaum adam lebih dalam terjerat pada kubangan kemaksiatan. Perekrutan kader yang dilakukan lebih menarik simpati para perempuan untuk tergabung dalam jama’ah. Terlepas dari kinerja para ikhwan yang lamban dalam pengkaderan atau merupakan hukum alam, yang jelas jumlah akhwat jauh lebih banyak dari pada ikhwan. Jika ada 100 orang yang terekrut, hanya 30% diantaranya laki-laki. Fenomena ini terjadi hampir di setiap jenjang pengkaderan hingga tingkat nasional, walhasil sosok ikhwan menjadi langka. Realita ini mendorong para qiyadah jama’ah untuk turut andil memikirkan solusi yang terjadi. Beberapa tahun silam, sempat tersiar anjuran berpoligami bagi para ikhwan untuk mensiasati regenerasi kader. Tidak lama setelah itu, muncullah buku yang berjudul “Bahagia dengan satu Istri”, karangan Ustadz Cahyadi Takariawan. Dalam buku tersebut dipaparkan betapa Islam sangat bijaksana memperbolehkan poligami namun juga tidak mengkultuskannya menjadi sebuah budaya Islam. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk mengetahui sejarah berpoligami. Tradisi berpoligami sudah ada sejak berabad-abad silam bahkan sebelum Rasulullah dilahirkan. Di Persia dan bangsa Arab, laki-laki bebas menikahi lebih dari satu istri dengan jumlah tanpa batas. Kemudian Islam hadir untuk membebaskan perempuan dari kedzaliman. Kehadiran Islam telah mengangkat harkat dan martabat kaum hawa, melindungi kehormatannya. Alkisah, ada seorang sahabat yang memiliki istri lebih dari empat sebelum masuk Islam. Dalam sebuah riwayat, Imam Syaukani menuturkan Qais bin al-Harats berkata “Saat masuk Islam, saya memiliki 8 orang isteri. Kemudian saya menemui Rasulullah saw, dan saya ceritakan kepada beliau masalah ini. Selanjutnya beliau saw bersabda,”Pilihlah empat orang diantara mereka". [HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah]. Islam hadir untuk membatasi jumlah maksimum 4 istri bagi suami. Sehingga budaya berpoligami bukan budaya Islam, melainkan budaya orang Arab saat masa jahiliyah dahulu. Namun pembatasan yang Allah berikan kepada laki-laki bukan hanya boleh 1 istri, melainkan 4. Walaupun pada akhirnya Allah menganjurkan menikahi 1 orang saja bagi yang takut tidak dapat berlaku adil, namun Allah juga tidak melarang bagi yang menganggap dirinya dapat berlaku adil. Adil dalam hal ini adalah pembagian waktu, materi maupun perhatian. Terkait dengan kecenderungan rasa, hal itu tidak dapat direkayasa sebagaimana Rasulullah juga lebih cenderung pada Aisyah dibandingkan para istri-istri yang lain ketika Rasulullah berpoligami. Nuansa romantika rumah tangga Rasulullah beserta para ummul mukminin merupakan cermin keluarga poligami ideal. Demikian juga kisah rumah tangga Rasulullah dengan istri pertamanya Khadijah ra, menjadi rol model keluarga Islami satu istri. Rasulullah adalah laki-laki perfect, dalam sejarah hidupnya ada contoh kehidupan dengan satu istri maupun dengan banyak istri. Mengutip ungkapan Ibu Sri Rahayu Tifatul Sembiring, beliau berkata bahwa “prinsip dasarnya, poligami bukan untuk membuat kebubrahan, tapi justru harus menjadi sebuah ekspansi cantik yang menambah keindahan dakwah”. Alangkah indah, saat dalam dunia dakwah bukan menjadi hal yang tabu jika ada yang berpoligami. Tidak dicerca apalagi dihina. Justru pada saat itulah moment strategis kader dakwah untuk membuktikan kepada dunia bahwa poligami dalam Islam adalah anugerah, bukan musibah. Bagi penulis, tidak masalah jika ada sosok ikhwan yang tidak mau berpoligami. Karena bisa jadi ia begitu mencintai istrinya, atau takut tidak dapat berlaku adil. Namun menjadi sebuah masalah apabila ada seorang istri tidak mau dipoligami, hemat penulis hal ini ada sangkut pautnya dengan mahabbah kepada Allah. Sedikit agak sadis memang, mari kita rasionalisasikan. Ummul mukminin Khadijah ra adalah sosok tauladan umat dari kalangan perempuan. Beliau dijamin Allah masuk surga, dijamin dibangunkan istana dari bambu, dijamin akan menjadi pemimpin wanita kelak di surga. Beliau adalah kekasih Rasulullah. Ibunda Khadijah binti Khuwailid ra tidak dipoligami dan tidak ada sikap beliau yang melarang Rasulullah untuk berpoligami. Walaupun juga tidak ada hadits yang menguatkan bahwa Khadijah ra pernah meminta Rasulullah untuk mempoligaminya, namun setidaknya digambarkan dalam sirah bahwa Khadijah adalah sosok wanita yang mau melakukan apa saja demi mendapatkan keridraan Allah dan Rasulullah. Begitu pula saat kita telisik kisah almarhumah Ustazah Yoyo Yusro, beliau tidak dipoligami bukan karena tidak mau dipoligami, justru beliau sangat ingin dipoligami dan meminta suaminya agar mau poligami, dan pada akhirnya sejarah asmara hidup beliau harum tak ubahnya kisah para sahabiyah. Karena suami Ustazah Yoyo tidak menikah lagi. Pertanyaan besar bagi akhwat yang anti poligami, “mengapa sosok Khadijah, Ustazah Yoyo Yusro, dan para sahabiyah mau dipoligami? Terlepas pada akhirnya dipoligami atau tidak, namun mengapa para wanita tangguh itu mau hidup berbagi. “Mahabbah/ Cinta pada Allah”. Itu jawabannya. Begitulah cinta mengalahkan logika. Dapatkah kita berfikir, bahwa bisa jadi pada masa dakwah Mekkah atau Madinah jumlah akhwat jauh lebih banyak dari pada ikhwan sebagaimana yang terjadi hari ini? Sehingga dengan gampang para sahabiyah mau dipoligami oleh para sahabat. Umar bin Khathab memiliki jumlah istri hingga 9 orang. Bukan dalam satu waktu, melainkan ketika istrinya wafat, ia menikah lagi. Sepanjang hidup Umar bin Khathab, istrinya selalu berjumlah 4. Hingga wajar jika pada akhirnya jumlah istrinya lebih dari 4 jika diakumulasikan. Ketika ditanya oleh sahabat lain mengapa ia begitu suka menikah, Umar bin Khathab hanya menjawab “Sesungguhnya aku ingin Rasulullah bangga padaku dengan banyaknya ummatnya kelak di akhirat”. Subhanallah, sosok Umar bin Khathab menikah bukan semata karena syahwat, melainkan karena mengharapkan apresiasi/kebanggaan itu muncul dari Rasulullah kelak di akhirat. Para sahabat rata-rata memiliki banyak keturunan. Khalid bin Walid ra memiliki 40 anak. Disebutkan bahwa anak cucu Anas bin Malik yang berkumpul saat khataman al Qur’an di rumahnya lebih dari 100 orang. Begitulah sifat para sahabat/sabahiyah dalam berlomba dalam kebaikan. Mereka seolah mengabaikan keegoisan, hidup berbagi mudah mereka lakukan. Sungguh, itsar-nya para sahabat luar biasa. Mereka bertindak bukan semaunya, tapi semampunya. Apa saja akan mereka lakukan untuk meraih simpati Allah, membuat Allah bangga. Yang penting bagi mereka adalah bagaimana agar Islam semakin kokoh dengan banyaknya jundi- jundi Allah, agar janda dapat terberdayakan, agar tidak ada lagi perawan tua dari kalangan sahabiyah, agar izzah Islam semakin mengakar dalam kehidupan. Jodoh adalah bagian dari rahasia Allah. Bisa saja kita ngeles dengan berujar “Jodoh itu Allah yang atur, bukan kita. Semua sudah tercatat di lauful mahfud. Perawan tua karena jodohnya belum datang”. Iya benar, tapi bukankah ikhtiar manusia juga menjadi penentu siapa dan bagaimana proses itu berlanjut. Bukankah kemenangan dan prospek dakwah yang kita alami saat ini karena sebuah kerja keras yang diawali dengan rasionalisasi untuk membuat suatu strategi. Bukankah poligami merupakan rasionalisasi atas strategi pemecahan masalah pernikahan bagi para akhwat. Lalu bagaimana mungkin para ummahat menolak poligami yang diperbolehkan Allah. Lagi pula, mau dipoligami belum tentu pada akhirnya dipoligami. Bisa jadi suaminya tidak mau, atau tidak ada akhwat yang mau dijadikan istri kedua, ketiga, maupun keempat. Disitulah letak maksimalisasi ikhtiar para ummahat. Sampai disitulah kemudian kita berujar “Semua sudah tercatat di lauful mahfud”. Kalau tidak ada keikhlasan dari para ummahat, tidakkah kita merasa juga memiliki andil dengan para akhwat yang berguguran di jalan dakwah karena tidak jua menemukan jodoh? Tidakkah para ummahat tersekat lidahnya saat ada akhwat yang futur keluar dari jamaah dan masuk di jamaah lain karena peroleh suami yang tidak sefikrah? Tidakkah kita telisik hati seorang presiden PKS Anis Matta yang bisa jadi menganjurkan poligami sebagi solusi, hingga kemudian beliau mengaplikasikannya langsung, bukan dengan kata-kata. Sebagaimana dulu ketika Rasulullah melakukan potong rambut sendiri saat berhaji dan kemudian diikuti para sahabat yang lain. Karena ada kalanya manusia lebih faham dengan perbuatan bukan dengan perkataan. Para akhwat yang anti poligami, coba kita renungkan. Coba bayangkan suatu suasana ideal sistem berpoligami para sahabiyah yang kini dapat terejawantahkan dalam zaman modern. Suami ikhwan yang mau poligami boleh berpoligami, akhwat yang mau dipoligami punya jalan untuk itu, anak-anak kader semakin banyak. Bukankah itu artinya memperkecil peluang berguguran akhwat kalau alasan futurnya karena jodoh, bukankah dengan banyaknya jundi-jundi Allah secara kualitas dan kuantitas penduduk Indonesia semakin membaik? Tidakkah kita mau menggantikan penduduk muslim di Indonesia yang keluar dari islam karena harta, kita gantikan dengan anak-anak kita. Bukankah kita meyakini bahwa secara kualitas Insya Alah aqidah anak-anak kader jauh lebih baik dari pada orang awam di luar sana. Bukankah itu artinya agenda poligami’ merupakan agenda umat? Bukan cuma 1 atau 2 orang akhwat di Indonesia ini yang sudah berusia 30 tahun namun belum juga menikah, adakah kita berfikir bagaimana nasib mereka selanjutnya. Apakah mereka harus menunggu duda-duda ikhwan? Karena sungguh sulit bagi mereka mendapatkan ikhwan yang masih lajang, karena kebanyakan dari mereka mencari akhwat dengan usia muda. Sadarilah wahai ummahat, siapa lagi yang akan menolong kecuali kita? Sekali lagi coba renungkan, para akhwat tua jumlahnya banyak, mereka tidak boleh menikah kecuali dengan ikhwan, jumlah ikhwan sedikit, ikhwan yang lajang mencari istri yang muda, waktu terus bertambah, usia mereka semakin renta, dan kita hanya dapat memaksa suami agar tidak poligami. Duhai… betapa malang saat tubuh mereka terhimpit dan berusaha bertahan dalam jalan dakwah, kita yang kuasa untuk menolongnya namun tidak juga mengulurkan tangan untuk bersama-sama satu atap meraih Jannah Nya. Dalam hal ini, penulis juga yakin. Tidak semua akhwat yang belum menikah mau dipoligami. Terkait hal itu sah-sah saja kalau mereka menolak tidak mau dipoligami. Namun setidaknya para ummahat telah memberi jalan... jalan bagi para akhwat yang kesulitan menikah tersebab salahsatunya faktor usia. Masih terlalu banyak peluang kebaikan yang dapat kita lakukan, selama masih ada kesempatan. Wallahu alam… MinieBintis on twitter PopulerBaruUnduhan Terbanyakmuslimah bersama sahabatnya3000*3000pengantin pria wanita muslim muslimah2500*2500stiker masjid tempat wudhu3000*3000ilustrasi pasangan muslim pernikahan dengan tema biru3000*3000avatar pengantin wanita muslimah3000*3000muslimah berhijab syari hitam duduk di kursi membaca buku4000*4000avatar akhwat bercadar3264*3264akhwat datar4000*4000avatar koky akhwat3264*3264wanita muslimah pengantin akhwat bercadar2500*2500pasangan muslim ikhwan dan akhwat ucapan selamat idul fitri3000*3000kartun sahabat muslimah yang lucu2500*2500avatar akhwat3264*32643 orang akhwat sedang berdiri3200*3200pengantin akhwat5000*5000santri akhwat2500*2500akhwat muslimah bercadar3200*3200tempat wudhu pria ikhwan wanita akhwat signane1200*1200ilustrasi akhwat bercadar3200*3200pasangan muslim ikhwan akhwat berpegangan tangan3000*3000buku akhwat membaca3000*3000little akhwat hijabi3000*3000ilustrasi pasangan muslim suami istri saling berpelukan dari belakang4000*4000akhwat duduk sendiri2000*2000akhwat sedang memegang sapu dengan seragam ungu3000*3000keluarga muslim dengan bayi2500*2500wanita muslim akhwat duduk merenung memegang bunga di atas batu bata3000*3000akhwat hijab ungu sedang berpikir3000*3000akhwat niqabi untuk tampilan gambar2500*2500buku akhwat membaca3200*3200avatar akhwat niqabi3000*3000akhwat tak berwajah3000*3000akhwat bercadar5000*5000khusus akhwat png1200*1200akhwat pasmina hitam vector2501*2501muslimah abaya pasmina vektor sederhana2500*2501akhwat lucu3000*3000karakter akhwat muslimah suka membaca2000*2000wanita muslimah akhwat membaca vektor ilustrasi quran ramadhan png3000*3000akhwat mungil3000*3000ilustrasi kartun sunnah berkuda anak perempuan akhwat3000*3000muslimah akhwat french khimar monoline vektor gaya minimal2500*2501akhwat eid mubarak dengan khimar syari hitam dan niqob1200*1200akhwat kecil dengan niqab membawa bunga matahari1200*1200akhwat kecil dengan hijab syari3000*3000ilustrasi akhwat3000*3000muslimah akhwat sederhana setengah niqab monoline vektor gaya minimal2500*2501karakter akhwat bercadar5000*5000karakter akhwat berdoa3000*3000akhwat kecil avatar3000*3000Bergabunglah dengan tim desainer pngtreeUnggah desain berhak cipta pertama Anda. Dapatkan $ 5 paket kupon desainer Poligami agaknya memang sudah jadi prinsip hidup Kiwil. Seperti yang diketahui, komedian satu ini sudah beberapa kali menikah dan berpoligami - walaupun semua pernikahannya tak awet-awet amat. Saat ini, ia sedang menjalani pernikahan bersama Venti Virgianti sejak tahun 2020 lalu. Sebelumnya, ia sudah bercerai dengan Rochimah, Meggy Wulandari, dan Eva Bellissima. Sudah menjalani pernikahan poligami penuh kegagalan ternyata gak bisa membuat Kiwil jera untuk poligami lagi, geng. Ia merasa yakin bakalan bisa poligami lagi. Apalagi, selama ini banyak perempuan cantik yang mendekatinya karena ngebet dipoligami olehnya. "Karisma orang ganteng nggak bakal hilang. Jadi banyak perempuan yang dekat," kata Kiwil seperti dikutip dari Detik. Dikejar-kejar banyak cewek Sumber foto Jawa PosSalah satu sosok wanita cantik yang sempat terpesona sama Kiwil adalah Maria Vania. Hal itu terungkap ketika Kiwil dan Eva Bellissima yang masih jadi istrinya kala itu diundang ke acara "One Man Show" yang dipandu oleh Maria dan Tukul Arwana. Maria Vania memuji sifat komedian bernama lengkap Wildan Delta tersebut. Ia mengaku kagum karena menurutnya Kiwil adalah orang yang bijaksana, lucu, dan tampan. Ketika diwawancarai pada Maret 2021 lalu, Kiwil mengatakan bahwa dirinya punya prinsip yang berbeda dari pria lainnya soal perempuan. Ia tidak mau menjadikan perempuan sebagai simpanan, tapi bakal langsung menikahinya saja. Pria 48 tahun tersebut juga mengaku gak peduli sama latar belakang cewek yang lagi dekat dengannya. Mendengar jawaban tersebut, Maria mengatakan bahwa ia ingin mencari sosok suami yang seperti Kiwil. "Tapi kok gak langgeng sama yang lain, mendingan sama aku dicoba mungkin langgeng," kata Maria menggoda. Gak bakal diam-diam lagi Sumber foto Liputan 6Saat ini, Kiwil memang hanya memiliki 1 istri, yakni Venti Virgianti. Tapi ia tak menutup kemungkinan untuk menikah lagi. Sang istri juga sudah mengizinkannya. Venti hanya meminta agar Kiwil tak melakukannya secara diam-diam, tapi membicarakannya lebih dulu. Jika begitu, izin poligami sudah siap ia berikan selama Kiwil siap dan mampu. Kiwil pun berjanji dirinya gak akan sembunyi-sembunyi lagi kalau ingin poligami. Dulu, ia memang sempat sembunyi-sembunyi saat berpoligami. Pernikahan pertamanya adalah bersama Rochimah pada tahun 1998. Ia lantas menikah diam-diam dengan Meggy Wulandari pada tahun 2003. Setelah itu, ia bercerai dengan Rochimah setelah dirinya menikah lagi diam-diam dengan Eva Bellissima dan Venti Virgianti. Sebelumnya, ia juga sudah bercerai dengan Meggy Wulandari pada 2020. Baca juga artikel seputar Hiburan, Viral, atau artikel menarik lainnya dari Syifa Nuri Khairunnisa. BACA JUGA 10 Riders Musisi Indonesia Paling Aneh, Tri Suaka Gak Ada Apa-apanya! 7 Potret Gemes Baby Zhafi, Gak Kalah Ganteng dari King Faaz! 7 Potret Putri Sulung Andika Kangen Band, Kirana Velovoice yang Cantik dan Beranjak Remaja 6 Artis yang Beralih jadi Petani, Sukses dan Semakin Bahagia di Desa 5 Penyanyi Indonesia yang Ketahuan Lipsync di Panggung Bergengsi, Karena Alasan Teknis? 10 Potret Aspri Cantik Hotman Paris, Punya Tugas Nemenin ke Bar hingga Lap Keringat! ARTIKEL TERKAIT Anaknya Nangis Diejek Mirip Ayahnya, Kiwil Enggak Mungkin! 10 Potret Romantis Rhoma Irama dan Ricca Rachim, Tetap Mesra Meski Diwarnai Poligami! 7 Film Bertema Poligami Menyayat Hati, Ketika Cinta Harus Dibagi Curhat Umi Pipik yang Baru Tahu Dipoligami Sepeninggal Sang Suami Mau Poligami? Inilah Aplikasi Untuk Cari Istri Kedua yang Sehat Wardah Maulina Rela Dipoligami, 5 Artis Ini Lebih Pilih Cerai Oleh Buletin Jum’at Al-Atsariyyah Agama Islam yang dibawa oleh Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam- telah disempurnakan oleh Allah -Subhanahu wa Ta’ala- sebagai rahmat bagi seluruh hamba-Nya, sehingga agama ini tidak butuh tambahan, pengurangan dan otak-atik. الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا “Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu ni`mat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu”. QS. Al-Ma`idah 3 Di antara rahmat Allah -Ta’ala- kepada hamba hamba-Nya, disyari’atkannya “poligami” seorang laki laki memiliki lebih dari satu istri berdasarkan dalil-dalil yang akan datang. Namun berbicara masalah poligami akan mengundang berbagai tanggapan. Ada yang menanggapinya secara posotif dan ini datangnya dari ulama’ dan kaum beriman. Tetapi, ada pula yang menanggapinya secara negatif, bahkan menentangnya dengan keras di antara segelintir orang dari kalangan orang-orang munafiq, dan orang-orang yang jahil dari kaum wanita dan laki-laki. Berbagai alasan dilontarkan intuk menolak poligami, entah dengan alasan kecemburuan, emosi, atau tidak siap dimadu, bahkan dengan alasan ketidakadilan. Mungkin dengan dasar inilah, ada seorang penulis wanita kami tidak sebutkan namanya berusaha menentang, dan menzholimi “anugerah poligami” ini untuk membela kaum wanita -menurut sangkaannya-, padahal sebenarnya ia menzholimi kaum wanita. Maka dia pun menuangkan “pembelaannya” baca penzholimannya tersebut dalam bentuk tulisan yang dimuat oleh koran “Kompas”, edisi 11 Desember 2006, dengan judul, “Wabah itu Bernama Poligami”. Sebuah judul yang memukau bagi orang-orang jahil, terlebih lagi orang-orang munafiq. Namun hal itu sangat berbahaya bagi keimanannya, dan mengerikan bagi kaum beriman. Betapa tidak, dia telah berani menyebut poligami sebagai “wabah”, dan telah lancang berani menyebut syari’at yang Allah -Ta’ala- sendiri yang menurunkan-Nya sebagai “wabah”. Dia telah menghina, menentang dan mengingkari anugerah yang Allah berikan kepada hamba-Nya. Kalau wanita ini menganggap poligami adalah wabah, berarti dia telah menganggap bahwa Allah -Ta’ala- telah menurunkan wabah kepada para hamba-Nya,“Subhanallah wa -Ta’ala- an qaulihim uluwwan kabiran !!!” Maha Suci, dan Maha Tinggi Allah atas apa yang mereka ucapkan. Wanita untuk memuntahkan kebenciannya, dan penolakannya kepada syari’at poligami, maka ia pun tidak tanggung-tanggung membawakan hadits untuk menguatkan pendapatnya. Padahal hadits itu tidaklah menguatkan dirinya sedikitpun, bahkan menolak dengan kejahilannya Wanita itu membawakan hadits, bahwa dilaporkan Nabi -Shollallahu alaihi wasallam- marah ketika beliau mendengar putrinya Fatimah akan di poligami suaminya, Ali bin Abi Thalib. Beliau bergegas menuju mesjid, naik mimbar dan menyampaikan pidato, “Keluarga Bani Hasim bin Al-Mughiroh telah meminta izinku untuk menikahkan putri mereka dengan Ali Bin Abi Thalib saya tidak mengizinkan sama sekali kecuali Ali menceraikan putri Saya terlebih dahulu”. Kemudian Nabi -Shollallahu alaihi wasallam- melanjutkan, “Fatimah adalah bagian dari-ku. Apa yang memggamggu dia adalah menggangguku dan apa yang menyakiti dia adalah menyakitiku juga”. Akhirnya, Ali bin Abi Thalib tetap monogami hingga Fatimah wafat. Setelah membaca hadits diatas, mungkin kita akan menganggukkan kepala dan membenarkan wanita tersebut. Namun Saking “pandainya” wanita ini, ia lupa riwayat lain dalam Shohih Muslim 2449, “Sesungguhnya aku tidak mengharamkan yang halal dan tidak menghalalkan yang haram. Tapi, demi Allah, tidak akan berkumpul putri Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam- dengan putri musuh Allah selamanya”. Artinya, Nabi -Shollallahu alaihi wasallam- tidak mengharamkan atas umatnya sesuatu yang halal, yaitu poligami. Selain itu, Syaikh Al-Adawiy dalam Fiqh Ta’addud Az-Zaujat 126 berkata, “Di antara kekhususan Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam-, putrinya tidak boleh dimadu. Ini yang dikuatkan oleh Al-Hafizh Ibnu Hajar dalam Fath Al-Bari 9/329”. Perlu diketahui bahwa para sahabat sepeninggal Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam-, bahkan Ali sendiri berpoligami setelah Fathimah wafat. Ali bin Rabi’ah berkata, “Dulu Ali memiliki dua istri”. [HR. Ahmad dalam Fadho’il Ash-Shohabah Ini menunjukkan bahwa poligami tetap diamalkan oleh para sahabat sepeninggal Nabi –Shallallahu alaihi wa sallam-, bukan bersifat kondisional !! Lebih jauh lagi, Wanita itu mengomentari ayat berikut, وَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تُقْسِطُوا فِي الْيَتَامَى فَانْكِحُوا مَا طَابَ لَكُمْ مِنَ النِّسَاءِ مَثْنَى وَثُلَاثَ وَرُبَاعَ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تَعْدِلُوا فَوَاحِدَةً أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ذَلِكَ أَدْنَى أَلَّا تَعُولُوا “Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap hak-hak perempuan yatim bilamana kamu mengawininya, maka kawinilah wanita-wanita lain yang kamu senangi dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka kawinilah seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya”. QS. An-Nisa` 3 Wanita ini berkata, “Ayat tersebut turun setelah perang Uhud, dimana banyak sahabat wafat di medan perang. Ayat ini memungkinkan lelaki muslim mengawini janda, atau anak yatim, jika dia yakin inilah cara melindungi kepentingan mereka, dan hartanya dengan penuh keadilan. Jadi, ayat ini bersifat kondisional”. Yang menjadi pembahasan kita dalam perkataannya adalah bahwa ayat ini bersifat kondisional, padahal seandainya ayat ini bersifat kondisional, justru ayat ini sangat memungkinkan untuk diamalkan pada zaman sekarang, karena melihat perbandingan jumlah wanita jauh lebih banyak dibandingkan jumlah laki-laki. Oleh karena itu, poligami di saat sekarang ini mestinya lebih disemarakkan! Selain itu, para ulama membuat kaedah, “Barometer dalam menafsirkan ayat dilihat pada keumuman lafazhnya, bukan pada kekhususan sebab turunnya ayat tertentu”. Jadi, dilihat cakupan dan keumuman ayat di atas dan lainnya, maka mencakup semua lelaki yang memiliki kemampuan lahiriah. Kemudian, dia pun mengomentari firman Allah berikut -layaknya sebagai ahli tafsir, padahal ia bukan termasuk darinya-, وَلَنْ تَسْتَطِيعُوا أَنْ تَعْدِلُوا بَيْنَ النِّسَاءِ وَلَوْ حَرَصْتُمْ فَلَا تَمِيلُوا كُلَّ الْمَيْلِ فَتَذَرُوهَا كَالْمُعَلَّقَةِ وَإِنْ تُصْلِحُوا وَتَتَّقُوا فَإِنَّ اللَّهَ كَانَ غَفُورًا رَحِيمًا “Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara isteri- isteri mu, walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, karena itu janganlah kamu terlalu cenderung kepada yang kamu cintai, sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung. Dan jika kamu mengadakan perbaikan dan memelihara diri dari kecurangan, maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. QS. An-Nisa` 129 Wanita ini berkata dengan congkak, “Ayat ini dapat disimpulkan, Islam pada dasarnya agama monogami”. Pembaca -semoga dirahmati Allah- beginilah apabila menafsirkan ayat dengan penafsiran sendiri, tanpa mau melihat bagaimana para ulama tafsir ketika menafsirkan ayat-ayat Allah. Ayat ini justru menunjukan disyari’atkannya poligami. Dengarkan para ahli tafsir ketika mereka menafsirkan ayat di atas QS. An-Nisa` 129 Ath-Thabariy -rahimahullah- berkata, “Kalian, wahai kaum lelaki, tak akan mampu menyamakan istri-istrimu dalam hal cinta di dalam hatimu sampai kalian berbuat adil di antara mereka dalam hal itu. Maka tidak di hati kalian rasa cinta kepada sebagiannya, kecuali ada sesuatu yang sama dengan madunya, karena hal itu kalian tidak mampu melakukannya, dan urusannya bukan kepada kalian”. [Lihat Jami’ Al-Bayan 9/284] Syaikh Muhammad bin Nashir As-Sa’diy-rahimahullah- dalam menafsirkan ayat di atas QS. An-Nisa` 129, “Allah -Ta’ala- mengabarkan bahwa suami tidak akan mampu. Bukanlah kesanggupan mereka berbuat adil secara sempurna di antara para istri, sebab keadilan mengharuskan adanya kecintaan, motivasi, dan kecenderungan yang sama dalam hati kepada para istri, kemudian demikian pula melakukan konsekuensi hal tersebut. Ini adalah perkara yang susah dan tidak mungkin. Oleh karena itu, Allah -Ta’ala- memaafkan perkara yang tidak sangup untuk dilakukan. Kemudian, Allah -Ta’ala- melarang sesuatu yang mungkin terjadi yaitu, terlalu condong kepada istri yang lain, tanpa menunaikan hak-hak mereka yang wajib-pent, فَلَا تَمِيلُوا كُلَّ الْمَيْلِ فَتَذَرُوهَا كَالْمُعَلَّقَةِ “Karena itu janganlah kamu terlalu cenderung kepada yang kamu cintai, sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung”. QS. An-Nisa` 129 Maksudnya, janganlah engkau terlalu condong kepada istri yang lain sehingga engkau tidak menunaikan hak-haknya yang wajib, bahkan kerjakanlah sesuatu yang berada pada batas kemampauan kalian berupa keadilan. Maka memberi nafkah, pakaian, pembagian dan semisalnya, wajib bagi kalian untuk berbuat adil di antara istri-istri dalam hal tersebut, lain halnya dengan masalah kecintaan, jimak bersetubuh, dan semisalnya, karena seorang istri, apabila suaminya meninggalkan sesuatu yang wajib diberikan kepada sang istri, maka jadilah sang istri dalam kondisi terkatung-katung bagaikan wanita yang tidak memiliki suami, lantaran itu sang istri bisa luwes dan bersiap untuk menikah lagi serta tidak lagi memiliki suami yang menunaikan hak-haknya”. [Lihat Taisir Al-Karim Ar-Rahman hal. 207] Lebih gamblang, seorang mufassir ulung, Syaikh Asy-Syinqithiy -rahimahullah- berkata dalam Adhwa’ Al-Bayan 1/375 ketika menafsirkan ayat di atas, “Keadilan ini yang disebutkan oleh Allah disini bahwa ia tak mampu dilakukan adalah keadilan dalan cinta, dan kecenderungan secara tabi’at, karena hal itu bukan di bawah kemampaun manusia. Lain halnya dengan keadilan dalam hak-hak yang syar’iy, maka sesuangguhnya itu mampu dilakukan”. Jadi, dari komentar para ahli tafsir tadi, tidak ada di antara mereka yang berdalil dengan ayat itu untuk menolak poligami. Lantas kenapa wanita ini tak mau menoleh ucapan para ulama’ tafsir? Jawabnya, karena tafsiran mereka tidak tunduk kepada hawa nafsu wanita ini. Adapun dalil dalil yang menunjukan disyariatkannya poligami antara lain, maka telah berlalu dalam QS. An-Nisa` 3. Di antara dalil poligami, Seorang tabi’in, Sa’id bin Jubair, “Ibnu Abbbas berkata kepadaku “Apakah engkau telah menikah ?” Aku menjawab ” Belum”. Ibnu Abbas berkata, “Maka menikahlah, karena sebaik baik manusia pada umat ini adalah orang yang paling banyak istrinya”. [HR. Al-Bukhariydalam Shohih-nya. Satu lagi dalil poligami -namun sebenarnya masih banyak-, Anas bin Malik -radhiyallahu anhu- berkata, “Termasuk sunnah jika seorang laki laki menikahi perawan setellah istri sebelumnya janda maka sang suami pun tinggal di rumah istri yang perawan ini selama tujuh hari maka sang suami tinggal dirumah istri yang janda selama tiga hari kemudian dia bagi”. [HR Bukhariy dalam Ash-Shohih] Seorang ulama’ Syafi’iyyah, Al-Hafizh Ibnu Hajar -rahimahullah- dalam Fatul Bari 9/10 berkata, “Dalam hadits ini, ada anjuran untuk menikah dan meninggalkan hidup membujang”. Setelah kita mengetahui dalil-dalil yang menunjukan disyari’atkannya seorang muslim, laki-laki maupun wanita melakukan poligami. Jadi, kami nasihatkan kepada diri kami dan para suami dan calon suami untuk menikah hingga empat orang istri, jika dia sanggup untuk berbuat adil dalam perkara lahirah, seperti, pembagian malam, dan nafkah. Adapun adil dalam perkara batin seperti, cinta, kesenangan jimak, perasaan bahagia bersama dengan salah satu diantara mereka, maka ini bukan merupakan syarat berdasarkan hadits-hadits dari Nabi –Shallallahu alaihi wa sallam– sebagaimana yang diterangkan oleh para ulama. Terakhir, Kami nasihatkan kepada para wanita agar bersiap untuk dimadu dan berlapang dada untuk menerima anugerah poligami ini, serta tidak menentang syari’at poligami, karena ini adalah kekufuran. Samahatusy Syaikh Abdul Azizi bin Baz-rahimahullah- berkata, “Barangsiapa yang membenci sedikitpun dari sesuatu yang dibawa Rasulullah -Shollallahu alaihi wasallam-, meskipun dia mengamalkannya, maka sungguh dia telah kafir. Allah -Ta’ala- berfirman, ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ كَرِهُوا مَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأَحْبَطَ أَعْمَالَهُمْ “Yang demikian itu adalah karena sesungguhnya mereka benci kepada apa yang diturunkan Allah Al Qur’an lalu Allah menghapuskan pahala-pahala amal-amal mereka”. QS. Muhammad 9 [Lihat Nawaqid Al-Islam] Sumber Buletin Jum’at Al-Atsariyyah edisi 07 Tahun I. Penerbit Pustaka Ibnu Abbas. Alamat Pesantren Tanwirus Sunnah, Jl. Bonto Te’ne No. 58, Kel. Borong Loe, Kec. Bonto Marannu, Gowa-Sulsel. HP 08124173512 a/n Ust. Abu Fa’izah. Pimpinan Redaksi/Penanggung Jawab Ust. Abu Fa’izah Abdul Qadir Al Atsary, Lc. Dewan Redaksi Santri Ma’had Tanwirus Sunnah – Gowa. Editor/Pengasuh Ust. Abu Fa’izah Abdul Qadir Al Atsary, Lc. Layout Abu Muhammad Mulyadi. Untuk berlangganan hubungi alamat di atas. infaq Rp. 200,-/exp Sumber judul asli Anugerah yang Terzholimi Akhir-ahir ini poligami sedang menjadi perbincangan masyarakat dimana-mana, terutama para ibu, terkait dengan santernya pemberitaan seorang ulama kondang yang melakukan poligami dan berakhir dengan perceraian dengan istri pertamanya. Banyak pihak yang menyayangkan dan simpati dengan keputusan perceraian ini, karena sebelumnya mereka berdua adalah figur teladan yang menjadi rujukan atau referensi keluarga sakinah mawwadah warahmah. Lalu kenapa ahirnya terjadi perceraian. What’s wrong ??? Akibat pemberitaan media yang kurang obyektif mengenai sosok ulama tadi terkait dengan kehidupan keluarganya, membentuk opini di masyarakat yang apriori dengan poligami, terutama para ibu, seolah-olah poligami menjadi monster menakutkan dan mengancam keutuhan keluarga pertama. Benarkah demikian? Bukankah poligami adalah solusi yang Allah suguhkan untuk kita? lalu kenapa malah menjadi masalah? Saudaraku… yuk, kita sama-sama mencermati dengan seksama terkait dengan fenomena yang ada, dengan mengedepankan obyektifitas, dengan pikiran yang jernih dan positif, dengan hati yang bening dan bersih dari prasangka-prasangka yang tidak jelas. Saya yakin kita semua sepakat, semua aturan Allah adalah rahmat, membawa keberkahan, kebahagiaan, solusi terindah dan merupakan kasih sayang Allah untuk kita semua. Kita semua sepakat Allah Mahatahu kebutuhan hamba-Nya. Dengan semua sifat-sifat yang Allah miliki sudah selayaknya kita memiliki keyakinan yang besar yang membuahkan sikap yang senantiasa tunduk dan patuh dengan segala aturan-Nya. Karena Dialah yang menciptakan kita. Dialah yang maha tahu aturan yang paling tepat, yang terbaik, yang terindah untuk mahluk-Nya. Yang jadi pertanyaan kita sekarang adalah kenapa orang sekaliber ulama tadi yang memproklamirkan diri ingin memberi contoh poligami yang dapat menjadi teladan umat malah berakhir dengan perceraian? what’s wrong? Kita terkadang lupa bahwa ulama juga manusia biasa, istrinya juga manusia biasa. Tapi para penggemar ulama tadi terutama ibu-ibunya tidak peduli. Dengan alasan apapun akibat praktek poligami yang dilakukan ulama tadi, ibu-ibu rame-rame memboikot segala macam produk dan antribut yang berbau ulama tadi dan yang berbau poligami. Seolah-olah poligami haram hukumnya. Terlepas dari kasus poligami diatas, semestinya tidak ada sikap apriori terhadap poligami. Sekalipun kita dihadapkan pada realitas yang ada pada pelaku poligami yang seolah-olah tidak adil bagi perempuan. Jika kita mau jujur, itu semua terjadi karena adanya praktek poligami yang tidak selaras dengan syar’i. Padahal poligami yang diperbolehkan penuh dengan rambu-rambu Illahi dan penuh dengan keindahan. Faktanya memang wanita yang ikhlas mau dipoligami suaminya termasuk langka. Karena poligami sangat erat kaitannya dengan perasaan dan emosional. Istri yang di poligami suaminya harus memiliki hati seluas samudera, yang memiliki kecintaan pada Allah diatas segala-galanya, mendedikasikan diri, hidup dan kehidupannya hanya untuk Allah, siap untuk berbagi dan bersinergi di jalan Allah dengan wanita lain, menjadikan poligami sebagai ladang amal untuk berbagi dan bersinergi di jalan Allah. Subhanallah… luarbiasa… Allahuakbar, bayangkan saudaraku… betapa indahnya dunia ini, jika kita bisa mewujudkan poligami yang indah, jika kita termasuk wanita yang mau berbagi dan bersinergi di jalan Allah dan hanya karena Allah. Mendedikasikan setiap helaan nafas, setiap detak jantung, setiap langkah, setiap aktivitas kita hanya untuk Allah. Karena pada hakekatnya kita tidak memiliki apapun di dunia ini, semuanya milik Allah, suami kita, anak kita, harta kita dan semua yang Allah berikan untuk kita bukanlah milik kita tapi amanah untuk kita. Ketika kita memutuskan untuk mempersilahkan suami kita untuk poligami karena Allah, semuanya akan terasa indah dan penuh dengan keindahan, kebahagiaan dan keberkahan akan menghampiri kita, yakinlah saudaraku … rida dan cinta Allah adalah surga yang sebenarnya. Yuk, kita wujudkan poligami indah … Allahuakbar. WaAllahualam… Penulis Lilis Hady Al-Bantany Seorang ibu dengan satu anak, yang berprofesi sebagai guru SDIT dan manager biro perjalanan umroh dan haji. “Jangan salah, pembeli lingeri paling banyak justru temen-teman yang bercadar. Wah bentuknya tidak karuan pokoknya, saya yang jualan saja ngga pernah pakai model itu.” akhwat poligamiKami ngakak bersama mendengar obrolan salah satu instruktur pilates kami yang kebetulan juga merupakan seorang pengusaha pakaian dalam wanita. Ia berkisah panjang lebar tentang lingerie yang ia dapatkan dari Tanah Abang. Setiap kulakan yang bentuknya aneh-aneh di mata kami, konsumen tetapnya adalah teman-temannya yang bercadar dan yang sudah beranak masalah lingerie kerapkali menjadi obrolan yang lucu-lucu sedap jika dibahas, apalagi antar sesama perempuan. Kenapa masalah lingerie ini tiba-tiba mencuat begitu saja dalam pikiran saya?Tak lain dan tak bukan berawal dari viral nya video seorang istri yang mengantarkan suaminya untuk poligami. Haduh, kenapa ya kisah poligami dan pelakor selalu saja ramai diperbincangkan. Apalagi di grup WA bapak-bapak, yes apa iyes?Terkait pelakor, saya pribadi sebenarnya kurang begitu sreg dengan sebutan itu. Karena biasanya yang selalu menjadi objek pemberitaan adalah perempuan. Dan kenapa laki-lakinya bebas donk dari jeratan maut mulut netizen? Para lelaki ini bebas beraktivitas apa saja, tanpa adanya pandangan negatif yang menusuk-nusuk akhwat dan lingerie? Ya, mau ngga mau bahasan ini turut menjadi topik utama dalam perbincangan ibu-ibu di beberapa media sosial. Ragam komentar muncul dari berbagai macam sudut pandang. Tapi ada satu hal yang lucu dan membuat saya agak terkekeh dibuatnya. Yaitu obrolan salah satu di grup WA perihal masalah yang paling intim dalam rumah tangga, yaitu tentang sex dan berbagai macamnya sampai ke ragam anjuran khusus para ibu untuk memakai lingerie. Untuk apa? Ya untuk mengamankan’ suami-lah– betapa rendahnya lelaki jika kesetiaan hanya diukur dari lingerie. Saya saja sebagai perempuan ga mashoook kalau ukuran kesetiaan lelaki hanya diukur dari selembar saya juga tidak menafikannya begitu saja. Sebut saja kisah instruktur saya tadi, ia mendapat jawaban yang beragam dari konsumen setianya.“Alhamdulillah mbak, sejak pakai lingerie suami saya sudah jarang ngomongin poligami”.Ya, salah satu konsumennya itu merupakan seorang akhwat bercadar yang sudah punya 5 anak. Dalam pengertiann, yang didapat dari pengajian, poligami memanglah sunnah alias dianjurkan. Dan barang siapa istri yang memberi jalan suami untuk poligami ia akan mendapatkan ini ia telan mentah-mentah, meskipun di hati kecilnya sangat tidak sepakat. Beranak lima, masih kecil-kecil, dan suami acapkali membincang tentang poligami merupakan jalan dakwah yang harus dibantu oleh istri istri mana yang hatinya tidak ketir-ketir? Mau salehah, menuju jannah, tapi jika harus dipoligami, tunggu dulu. Begitu sinilah kemudian kisahnya berlanjut ke perihal lingerie. Iya lingerie. Ia bercerita, bahwa teman-teman akhwatnya juga merasa insecure dan resah jika suami mereka poligami. Obrolan tentang lingerie pun mencuat di kalangan akhwat yang takut sebenarnya ketakutan menolak poligami itu lebih karena urusan menolak ajaran agama yang melulu didoktrinkan suami dan seringkali didengungkan dalam beberapa kajian yang mereka ikuti resah, mereka berontak dalam sepi hingga akhirnya menjadi konsumen tetap penjaja lingerie. Mereka merasa berhasil membungkam para suami dengan lingerie. Ya semudah itu. Lingerie kemudian menjadi topik hangat dan juga komoditas yang paling dicari para akhwat saat tidak menafikan rasa insecuritas para akhwat tentang maraknya ajakan poligami. Di satu sisi, ajaran dan pengertian itulah yang mereka dapatkan dari para ustadz, namun perempuan tetaplah perempuan. Ibu tetaplah ibu. Istri tetaplah istri. Membagi cinta dan kasih, terlebih sudah memiliki anak bukanlah perkara mudah yang hanya bisa diiming iming dengan bualan tidak bisa berontak dengan terang-terangan, yang dapat dilakukan adalah berikhtiar dengan lingerie. Aneh juga sebenarnya, tapi begitulah setiap istri mempunyai caranya sendiri untuk melindungi anak-anak dan dirinya ini juga bisa dibaca di situs alternatif muslimah yang berbasis di Yogyakarta

akhwat cantik yang siap dipoligami